Kamis, 21 Juni 2012

Suami Seperti Ini yang Layak Ditiru oleh A. Dardiri Zubairi


Saya punya seorang tetangga, seorang bapak dengan 3 anak dan 1 istri, yang sering jadi rujukan kami ketika bicara tanggung jawab seorang suami. Di lingkungan tetangga ia dikenal sangat sabar. Begitu sabarnya, malah sebagian tetangga kadang bilang “kasihan”.

Ia pekerja keras. Pekerjaan sebagai distributor buku mengharuskan ia keliling di daerah saya dengan sepeda motornya. Pagi berangkat, sore baru datang. Tetapi apakah ketika pulang kerja, ia menolak permintaan istri, misalnya, untuk mengantarkannya ke kota? Tidak. 15 km ke kota [pp berarti 30 km] tak ada masalah bagi dia. Ia antar istrinya. Habis mengantar istrinya, ia masih harus menggendong putra kecilnya, kadang jalan-jalan, kadang menyuapi makanan, kadang mengajak bermain, dsb.

Itulah pemandangan yang saya lihat setiap hari. Rutin. Kalau Cuma sekali mungkin kebetulan. Tapi ini tidak. Para tetangga –laki-laki atau perempuan—menjuluki dia sebagai suami yang sangat sabar.

Ada seorang tetangganya [kebetulan masih saudaranya] ketika anaknya masih kecil suka menangis di malam dini hari. Kalau nangis susah diamnya. Nah, bapak inilah yang menggendongnya kemana-mana kadang dari jam 01.00 sampai adzan subuh. Setiap kali anak ini nangis, bapak penyabar ini yang membantu menggendongnya.
Memang saya melihat kesabarannya luar biasa. Secapek apapun ia menyempatkan diri untuk keperluan istri, anak-anaknya, bahkan tetangganya. Ia melakukannya dengan tulus. Tak pernah saya melihat ia mengeluh.

Istrinya pernah ketika bercerita kepada saya, beberapa tahun lalu ia divonis oleh dokter akan mati dalam hitungan bulan karena menderita kanker rahim. Istrinya sudah pasrah. Tapi suaminya bangkit, “sudahlah jangan percaya sama ucapan dokter 100%. Allah yang memutuskan mati atau tidak”. Setiap saat bapak ini terus men-support istrinya, hingga istrinya bangkit juga untuk mencari jalan keluar.

Apa yang dilakukan bapak ini? Setiap dua hari bapak ini membawa istrinya menjalani pegobatan alternative kepada seseorang yang sangat terkenal di daerah saya. tempatnya jauh karena lintas kabupaten. Jaraknya sekitar 60 km [pp 120 km] dari rumah bapak ini. Bayangkan, setiap dua hari dengan naik sepeda motor bapak ini mengantar istrinya selama bertahun-tahun. Dan Alhamdulillah, kankernya sekarang sembuh.

Bapak ini memang berbeda dengan karakter istrinya yang sedikit keras. Tetangga kadang merasa kasihan, ketika melihat bapak ini sehabis pulang kerja setelah seharian naik motor, setiba di rumah masih diminta mengantar istrinya ke tempat yang jauh. Kadang bapak ini belum sempat istirahat.

Tapi bagi saya, justru di sinilah ketulusan bapak ini makin terang-benderang. Kesabarannya makin mengkilat seperti emas. Toh ia menjalaninya dengan enjoy. Kok saya dan tetangga yang usil. Begitu sabarnya, malah ada tetangga bilang, “wah suami kayak gini yang akan menghuni surga”. Kadang saya merasa malu, ketika kesabaran saya hilang, tiba-tiba istri saya nyeletuk, “kayaknya baba harus belajar kesabaran dari bapak itu tuh…

Hikmah yang bisa diambil, mengelola rumah tangga tak bisa dengan amarah, nafsu durjana, atau keinginan untuk saling mendominasi. Ketika satu marah, pasangan lain harus sabar. Keseimbangan ini perlu dijaga, agar rumah tangga tidak oleng. Kisah suami yang sangat penyabar ini mungkin bisa menjadi bahan renungan di mala mini. Tidak hanya bagi suami, juga bagi istri.

Matorsakalangkong
Sumenep, 14 juni 2012

Saya pernah menuliskan kisah sukses bapak ini di kompasiana, Sukses Berkat Cerdas EQ dan SQ.

Mujizat Perkawinan oleh Julianto Simanjuntak


1321311164252920821


Sesungguhnya keluarga kita adalah sebuah mujizat. Boleh dikatakan, keluarga adalah pemberian terindah dari semua yang kita miliki. Orangtua pemberi hidup, anak milik pusaka dan istri adalah kasih karunia.  Di dalamnya kita dilahirkan, dibesarkan dan mengenal kasih dan menikmati Anugerah” (JS)

Pernahkah Anda membayangkan bagaimana Tuhan mempertemukan pria dan wanita, lantas menumbuhkan cinta di antara mereka? Pernahkah anda perhatikan Tiap pasangan memiliki cara masing-masing sehingga mereka akhirnya saling tertarik dan ingin selalu bersama seumur hidup.

MUJIZAT
Perkawinan adalah mujizat Allah yang terdiri atas anugerah, pemberian, dan penghiburan Ilahi. Kehadiran Tuhan dalam pernikahan dan keluarga kita  membuat  hidup sungguh  bermakna.
Pernikahan yang berbahagia memiliki aspek pertumbuhan di dalamnya. Pria dan wanita yang berasal dari planet berbeda ini berusaha hidup bersama, saling memahami, belajar mengampuni, dan bertumbuh. Lewat suka dan duka, untung dan malang.  Bukankah itu semua tidak terjadi jika mereka tidak hidup bersama dalam ikatan berkawinan?
Anak-anak yang lahir dalam sebuah pernikahan juga  mujizat. Mereka tidak hadir secara kebetulan. Ada maksud Allah yang Mahatinggi dalam tiap keluarga.
Orangtua kita adalah suatu anugerah mujizat. Bahkan hidup dan dibesarkan dalam sebuah keluarga juga sebuah mujizat. Tidak ada yang kebetulan dari kelahiran kita.
Bayangkan, bagaimana sepasang ayah-ibu belajar mengandalkan Tuhan dalam mendidik dan membesarkan anak-anak mereka! Alangkah tidak mudahnya mendidik anak di era ini. Betapa kita membutuhkan mujizat Allah agar anak-anak kita dapat mengerti rencana Allah dalam hidup mereka! Bergantung pada anugrahNya setiap hari.

DINAMIS
Dinamika yang terjadi dalam sebuah perkawinan bukan saja mengubah sistem keluarga, tetapi yang terutama adalah menumbuhkan  orang-orang yang ada di dalam institusi itu. Seperti kesaksian seorang Istri tentang suami dan perkawinannya.
“Kamu mengenalkan aku pada apa yang dinamakan cinta,” kata seorang wanita tentang pasangan hidupnya.
“Sebelum bertemu kamu, aku tertarik pada beberapa pria, tetapi sulit mengatakan bahwa aku mencintai mereka seperti perasaan yang aku miliki terhadapmu. Cintaku  tumbuh diawali oleh adanya rasa aman waktu berjalan bersamamu. Aku suka humormu, sikap melindungi dan perasaan istimewa yang kau hadirkan. Denganmu, aku menjadi wanita.”  Perkawinan itu membangun rasa percaya dan menerima orang lain apa adanya.
“Perubahan berikutnya yang terjadi dalam diriku adalah aku belajar mempercayakan diri dan masa depanku pada seorang pria yang sebenarnya aku tidak terlalu kenal,” kata wanita itu setelah membiarkan angan-angannya sejenak berkelana.
“Aku rasa itu sebabnya banyak kerikil tajam dan batu besar yang kita hadapi pada awal mulanya. Kalau aku ingat sekarang, aku heran juga bagaimana kau mau hidup dengan seorang wanita yang bossy, hampir tidak betah di rumah, dan hanya sedikit punya keinginan mengurus rumah. Lagipula, belum tentu aku bisa memberimu anak, berhubung adanya pendapat dokter tentang kandunganku. Tetapi kamu tidak meninggalkan aku dan sedia menghadapi risiko itu. Denganmu, aku diterima apa adanya.”
Salah satu hal penting yang kita pelajari dari pernikahan adalah mendorong orang yang kita cintai ke sebuah perubahan yang lebih baik.
Si wanita itu bersaksi lagi:
“Suamiku  memang luar biasa. Dia tahu, istrinya  suka membaca dan menulis. Lama-lama suamiku menyadari bahwa hobi ini sekedar untuk menutupi rasa aman palsu, karena dengan demikian aku  tidak perlu menjalin hubungan dengan orang lain. Dia menerima aku apa adanya”
Dia melanjutkan: “
“Suamiku melihat bahwa istrinya  memiliki beberapa keistimewaan yang masih bisa berkembang. Suamiku memberi arti yang berbeda tentang hobiku. Dia menolong aku untuk menuliskan masalah yang kami  hadapi sehingga menjadi bahan pembelajaran bagi orang lain. Ini hal baru buatku karena untuk melakukannya aku harus berhubungan dengan manusia. Ternyata, rasa aman di zona nyamanku ini perlu kubagi dengan orang lain.”

HARMONIS
Apakah artinya saling menghargai? Bagi beberapa orang istilah ini diartikan sebagai tidak melakukan kekerasan terhadap anak dan pasangan, saling menolong, tidak melecehkan.
Tetapi pernikahan memberi arti baru pada kata saling menghargai dan hidup harmoni, yaitu siap menanggung kesalahan pasangan dan tidak membiarkan pasangannya merasa malu di depan orang lain. Ortu menjadi pembela anak. Tidak hanya peduli pada anak yang baik-penurut, tetapi juga pada “anak yang hilang”, yang menjengkelkan.
Keluarga bisa menjadi Harmonis dengan cara menjalankan fungsi sebagai Ayah, Ibu, Anak, Suami dan istri dengan sebaik-baiknya. Seimbang antara menjalani kehidupan karir dan keluarga.

KATARSIS
Keluarga juga tempat paling asyik kita bisa ngobrol apa saja, curhat pada orangtua saat ada masalah dari sekolah. Idealnya suami menjadi tempat curhat istri, saat ada sakit di hati. Istri tempat suami bercerita seelah seharian berjuang di kantor.
Dalam istilah Freud, keluarga menjadi tempat kita katarsis. Boleh ngomong atau curhat apa saja yang mengganggu emosi kita. Karena itu anggota keluarga yang baik, perlu belajar menjadi pendengar yang baik, bersedia menjadi “keranjang sampah” bagi yang lain. Jika tidak, jangan heran anak atau pasangan kita mencarinya di tempat lain.

SUMBER RASA SYUKUR
Mengapa pernikahan itu anugerah istimewa yang selalu patut kita syukuri?
Pertama, pernikahan adalah inisiatif Tuhan sendiri. Dia membentuk manusia pertama, Adam dan memberikan Hawa menjadi istrinya. Allah memberi mereka mandat budaya untuk mengelola bumi ini.
Kedua,  keluarga adalah tempat lahir dan dibesarkannya orang-orang besar dan berguna. Para tokoh, pejuang, pahlawan, pemimpin dan pelayan masyarakat juga lahir dari sebuah keluarga. Dalam anugerah-Nya Tuhan memilih. Kita boleh jadi orang biasa saja saat ini. Tapi  Kita belum tahu bagaimana kelak keadaan anak-cucu kita. Seratus, empat ratus tahun mendatang, bisa saja lahir orang yang Dia pakai memberkati bangsa ini dari keturunan kita.
Ketiga,  perkawinan Itu   bersifat “trialog”. Tuhan hadir di dalam relasi suami-istri, Orangtua dan anak. Semua  melibatkan Tuhan dalam komunikasi mereka. Firman-Nya menjadi tolok ukur, standar nilai-nilai keluarga di tengah tantangan limpahnya media, internet dan sebagainya.
Keempat,  pasangan suami dan istri akan menjadi ayah dan ibu. Ini merupakan jabatan istimewa, posisi yang tak tergantikan.  Banyak orang dapat menggantikan tugas kita sebagai guru, pembicara, atau direktur perusahaan. Tetapi tidak seorang pun yang dapat menjadi ayah dan ibu bagi anak-anak kita, menggantikan posisi suami bagi istri kita atau menjadi istri bagi suami kita.
Kelima,  beberapa penelitian membuktikan, bahwa perkawinan yang sehat dapat menjadi pemulihan hidup dari trauma masa lalu. Keluarga yang intim menjadi benteng stres kehidupan, menjadikan hidup orang yang menikmatinya, sehat serta produktif.
Keenam,   fungsi-fungsi dalam keluarga berdampak kekal. Kelak, di hari penghakiman-Nya kita semua berdiri dihadapan Tuhan Hakim yang Adil. termasuk anak dan pasangan kita. KIta perlu menyiapkan keluarga kita untuk menghadapi kekekalan. Semoga  kita tidak disibukkan hanya untuk kekinian, sampai lupa keluarga.

PENUTUP
Boleh dikatakan, keluarga adalah pemberian terindah dari semua yang kita miliki. Orangtua pemberi hidup, anak milik pusaka dan istri adalah kasih karunia.  Di dalamnya kita dilahirkan, dibesarkan dan mengenal kasih dan menikmati Anugerah-Nya.
Semoga bermanfaat